Rabu, 04 September 2013

Menulis Dengan Konsep 5W 1H

Pada kesempatan kali ini kita lupakan dulu berbagai macam jenis tulisan yang bakalan membuat kepala kita pusing. Saat ini yang akan kita bahas adalah cara membuat kerangka tulisan dengan konsep 5W + 1H. Pada saat pertama saya belajar menulis, mungkin sama bingungnya dengan anda yang masih belajar. Tapi setelah saya membaca beberapa artikel maka saya mencoba merangkai konsep tersebut

Konsep sederhana 5W + 1H bisa saya uraikan sebagai berikut:

W1 = What = Apa? 
Pada saat akan menulis, kita harus bisa menentukan "Apa" yang mau kita tulis. Apa disini berupa tema atau topik yang mau kita ulas didalam tulisan. Misal tentang Jembatan Tol Kapuas 1, tentang Pelayanan Publik, tentang perbatasan, tentang kehidupan sekitar kita atau apapun yang menurut kita menarik untuk diceritakan dalam tulisan. Anggaplah yang mau kita tulis adalah tentang kita sendiri.

W2 = Who = Siapa? 
Disini baru kita menentukan tokoh yang akan mengisi tema cerita. Karena yang akan ditulis adalah tentang kita, maka tokoh utamanya adalah kita sendiri. Kemudian tambahkan minimal 3 tokoh yang berhubungan dengan kita, misalkan ayah, ibu dan kakak/adik. Dalam memilih tokoh, kitapun harus menggambarkan tentang diri kita, ayah, ibu dan kakak/adik. Ceritakan secara sekilas tentang sifat, watak, fisik, hobi dan apapun yang bisa ditangkap pembaca untuk menggambarkan para tokoh.

W3 = When = Kapan?
Ini adalah tentang waktu kejadian dari cerita yang akan kita tulis. Waktu kejadian akan memberikan imajinasi dari pembaca untuk masuk ikut terbawa dalam cerita yang kita buat. Saat ini atau masa lalu, waktu kuliah atau masih sekolah, siang atau malam harus kita ceritakan sebagai penguat cerita. Ini yang sering diabaikan oleh penulis khususnya yang pemula, karena dapat membuat bingung imajinasi pembaca.

W4 = Where = Dimana?
Ceritakan tempat kejadian dimana peristiwa yang akan kita tulis itu terjadi. Kita sedang berada dirumah, disekolah, dijalan atau dimana tempat kejadian dari cerita yang mau kita tulis perlu untuk digambarkan.

W5 = Why = Mengapa?
Alasan-alasan yang menjadi penyebab peristiwa dan latar belakang terjadinya peristiwa, akan menjadi bagian yang sangat menarik bila kita bisa menceritakannya secara detail. Misal alasan mengapa kita lebih mencintai ibu kita daripada ayah kita, atau alasan mengapa kita sampai putus sekolah, atau alasan mengapa ayah dan ibu kita sampai bercerai dan sebagainya.

H = How = Bagaimana? 
Ini adalah tentang bagaimana peristiwa dari cerita kita bisa terjadi, jelaskan liku-likunya dan kronologinya dengan baik. Bila kita merangkai bagaimana cerita ini bisa terjadi, maka kita akan membuat pembaca seolah-olah melihat kejadian dari cerita yang kita tulis.

Dengan konsep 5W + 1H kita akan dapat membuat kerangka cerita yang akan kita tulis. Selanjutnya tinggal merangkainya menjadi susunan yang saling berkaitan, ditambah dengan tata bahasa dan pilihan kata yang tepat. Mulailah dari yang sederhana, baru kemudian kita kerjakan yang lebih detail. Itu akan membuat kita bisa bebas untuk berkarya, tidak hanya dalam hal karya tulis tapi juga dalam hal apapun.

Menurut kamus Oxford (1995), teknologi informasi atau yang biasa disebut IT (Information Technology) adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama computer, untuk menyimpan , menganalisis, dan mendistribusikan informasi apa saja, termasuk kata-kata, bilangan, dan gambar. Menurut Alter (1992), teknologi informasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau menampilkan data. Martin (1999) mendefinisikan teknologi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi. Secara lebih umum, Lucas (2000) menyatakan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronis. Mikrokomputer, komputer mainframe, pembaca barcode, perangkat lunak pemroses transaksi, perangkat lunak lembar kerja (spreadsheet), dan peralatan komunikasi dan jaringan merupakan contoh teknologi informasi (Kadir, 2003:2008).

Dari ketiga definisi di atas mempunyai kedekatan persepsi bahwa teknologi informasi adalah teknologi yang memungkinkan manusia berbagi informasi dengan manusia lain, terlepas dari perdebatannya mengenai alat yang digunakan. Namun, yang saya bahas di sini lebih menekankan pada teknologi informasi dalam konteks komputer, internet, dan varian-variannya. Perkembangan teknologi informasi tidak saja mampu menciptakan masyarakat dunia global, namun secara materi mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat. Sehingga tanpa disadari, komunitas manusia telah hidup dalam dua dunia kehidupan, yaitu kehidupan masyarakat nyata dan kehidupan masyarakat maya (cybercommunity).

Kemajuan teknologi informasi secara sadar membuka ruang kehidupan manusia semakin luas, semakin tanpa batas dengan indikasi manusia sebagai penguasa. Kemajuan teknologi informasi telah menyentuh segala aspek kehidupan, termasuk dunia jurnalisme. Hal itu membuat pertukaran dan penyebaran informasi semakin mudah. Dahulu, peran jurnalis sangat besar dalam menyebarkan informasi. Jurnalis adalah tokoh sentral yang kehadirannya sangat ditunggu oleh setiap orang. Dengan kata lain, jurnalis memonopoli tugas sebagai penyebar informasi. Informasi yang akurat dan dapat dipercaya hanya datang dari jurnalis. Konsekuensinya, jurnalis ditempatkan dalam posisi yang sangat vital dan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap informasi.

Namun, kini peran jurnalis semakin tereduksi dengan kemajuan teknologi tersebut. Salah satu penyebab tereduksinya peran jurnalis adalah akibat lahirnya fenomena yang dinamakan citizen journalism. Citizen journalism secara harfiah berarti jurnalisme warga. Citizen journalism mempunyai spirit yang sama dengan public journalism ataupun civic journalism yang terkenal pada tahun 80-an. Yaitu, bagaimana menjadikan jurnalisme bukan lagi sebuah ranah yang samata-mata dimonopoli para jurnalis.
Tokoh sentral dalam citizen journalism sudah barang tentu masyarakat itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi membuat publik memiliki akses yang sangat terbuka terhadap dunia jurnalisme. Pada dasarnya, tidak ada beda antara konsep citizen journalism dengan konsep jurnalisme konvensional. Kegiatannya sama, yaitu mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan berita. Hanya saja dalam citizen journalism yang menjadi tokoh sentral adalah masyarakat.

Salah satu hasil dari perkembangan teknologi yang memudahkan akses masyarakat terhadap penyebaran informasi adalah seiring munculnya situs-situs jejaring sosial, twitter, facebook, friendster, myspace, dan lain sebagainya. Dan juga hadirnya situs penyedia blog, seperti blogspot, wordpress, multiply, dan lain sebagainya. Wadah ini kemudian digunakan oleh masyarakat untuk menyebarkan informasi yang diperolehnya. Apalagi dalam menyiarkan informasi, masyarakat tidak dibatasi peraturan dan proses seleksi, tidak sama halnya dengan proses pemberitaan dalam media konvensional. Dalam media konvensional, fakta-fakta yang telah dikumpulkan wartawan terlebih dahulu diseleksi oleh dewan redaksi, akibatnya tidak semua berita yang dikumpulkan wartawan dapat disebarluaskan.

Semua informasi yang ada dalam dunia maya menjadi milik publik yang dapat diakses semua orang. Kendati ada peringatan untuk tidak secara bebas mengakses data tertentu, namun tetap saja eksistensi itu menjadi milik publik, hal ini disebabkan substansi dunia maya adalah milik publik.

Di lain pihak, kita juga harus menyadari bahwa dampak kebebasan berekspresi masyarakat dalam menyebarkan informasi di ranah virtual, tentu tidak luput dari benturan dan pelanggaran terhadap etika yang berlaku di dunia nyata. Karena tidak ada kontrol dalam proses penyebarannya tersebut, masyarakat kadang lebih mengedepankan emosi ketimbang logika sehat dalam tulisan-tulisannya. Jadi tak salah jika saat ini banyak tulisan di berbagai situs jejaring sosial dan blog yang cenderung berisi sumpah serapah, makian, dan lain sebagainya. Bahkan, sampai mengandung unsur pencemaran nama baik seseorang.

Namun, yang patut kita garisbawahi bahwa itu semua adalah suatu keniscayaan dalam proses demokratisasi di era keterbukaan yang menyentuh semua lini kehidupan. Jadi, sekarang bukan saatnya lagi untuk membatasi dan melarang masyarakat dalam berekspresi. Bahkan sangat tidak relevan untuk melakukan tuntutan hukum terhadap masyarakat yang melakukan pencemaran nama baik di ranah virtual. Jika memang ada yang merasa dicemarkan nama baiknya oleh pelaku citizen journalism, cukup diselesaikan dengan cara-cara yang cerdas dan arif, bukan dengan cara-cara emosional dan oportunistik, seperti memanfaatkan UU ITE yang penuh pasal karet untuk menjerat pelaku citizen journalism.

Usaha untuk menciptakan masyarakat cyber yang bertanggung jawab dan sesuai norma-norma yang dianut memang mesti terus dilakukan, tentu harus dengan pendekatan persuasi dan cara-cara yang santun. Namun, alangkah baiknya jika political will itu tumbuh dan hadir dari dalam diri pelaku citizen journalism itu sendiri. Biarkan para pelaku citizen journalism membuat norma-norma ataupun kode etik yang dianggap perlu dan fungsional dalam komunitasnya. Bukan tidak mungkin pelaku citizen journalism mengadopsi norma-norma dan hukum-hukum di dunia nyata untuk kemudian diterapkan dalam dunia virtual. Tidak ada gunanya membuat aturan-aturan represif yang tidak jelas manfaatnya. Apalagi resistensi masyarakat saat ini sangat besar terhadap hukum positif yang mengatur pencemaran nama baik dan variannya tersebut. Sehingga proses alamiah lah yang melakukan pendewasaan terhadap tokoh citizen journalism.

Citizen Jurnalisme

Citizen journalism lahir dari peradaban dan perkembangan teknologi. Asal mula citizen journalism di USA tahun 2004, dilangsungkan pemilu untuk memilih Presiden Amerika. Dua calon, Bush dari Partai Republik dan Kerry dari Partai Demokrat bersaing ketat. Banyak masyarakat Amerika yang bosan dengan berita-berita yang disampaikan oleh koran-koran, karena koran-koran dikuasai oleh partai-partai tersebut. Shayne Bowman dan Chris Willis lantas mendefinisikan citizen journalism sebagai ‘…the act of citizens playing an active role in the process of collecting, reporting, analyzing, and disseminating news and information”. Citizen journalism adalah bentuk spesifik dari citizen media dengan content yang berasal dari publik. Gaung citizen journalism semakin terdengar dikalangan media massa. Citizen journalism merupakan salah satu bentuk kegiatan jurnalisme yang dilakukan dengan bebas oleh masyarakat. Tidak ada aturan khusus yang mengikatnya.pada zaman globalisasi seperti sekrang setiap orang dapat melakukan apa saja.
Seorang jurnalis bertugas untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan berita mealui media massa kepada khalayak. Seiring dengan berkembangnya zaman maka media massa pun mengalami perkembangan. Salah satu perubahan yang terjadi dalam citizen journalism salah satunya adalah dalam modus pengumpulan beritanya. Wartawan tidak menjadi satu-satunya pengumpul informasi. Tetapi, wartawan dalam konteks tertentu juga harus ‘bersaing’ dengan khalayak, yang menyediakan firsthand reporting dari lapangan. Dalam lingkup citizen journalism menjadi produsen berita yang content-nya diakses pula oleh media-media mainstream, khalayak yang lazimnya diposisikan sebagai konsumen berita. 
Perkembangan citizen journalism di Indonesia masih belum lama. Citizen journalism di Indonesia diawali dengan munculnya detik.com. detik. Com menampilkan berita-berita hangat dan segar untuk khlayaknya. Public journalism dengan model seperti ini mendasarkan sebagian besar inisiatif dari lembaga media. Kemajuan teknologi dan ketidakterbatasan yang ditawarkan oleh Internet membuat inisiatif semacam itu dapat dimunculkan dari konsumen atau khalayak. Implikasinya cukup banyak, tidak sekadar mempertajam aspek partisipatoris dan isu yang diangkat. Blog memang membuka kemungkinan open source reporting, menjamurnya blog dan blogger adalah kondisi yang kondusif untuk memunculkan citizen journalism, tapi sekadar ngeblog saja tidak cukup untuk diberi predikat sudah ber-citizen journalism.
Akses media yang begitu luas dan membuka peluang utuk menjadi citizen journalism. Kesempatan bagi khalayak pun untuk melakukan kegiatan jurnalistik semakin besar. Khalayak dengan mudah menyebarluaskan berita walau tak sedikit juga isi dari karya jurnalistik yang dibuat tidak sepenuhnya memenuhi aturan dan etika jurnalistik. Namun walau tak sepenuhnya sebagai jurnalis akan lebih baik jika dalam kegiatanya apapun jenisnya disesuaikan dengan aturan dan etika jurnalistik. Fenomena citizen journalism tuntuk kedepannya tampaknya akan semakin mewarnai dunia jurnalistik. Fenomena ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan jurnalistik kedepannya.

Citizen Jurnalism

Seiring berkembangnya zaman, dan mobilitas masyarakat di suatu negara mengakibatkan kemajuan dibidang teknologi dan informasi sangat pesat. Ini bisa dilihat dalam penyampaian informasi atau berita yang saat ini banyak dikemas melalui media online yang berasal dari masyarakat umum. Fenomena ini akrab disebut citizen journalism. 
Citizen Journalism ini sendiri dapat diartikan sebagai proses pengumpulan, dan penyampaian informasi dari masyarakat non jurnalis ke khalayak umum. Menurut wikipedia, Jurnalisme warga (bahasa Inggris: citizen journalism) adalah kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita.
Perkembangan Citizen Journalism atau jurnalisme warga sering mendapat perhatian lebih dari pengakses media online, sebagai bentuk partisipasinya terhadap perkembangan berita baru, jurnalisme warga saat ini sudah memiliki ruang khusus dalam kegiatannya, ditambah banyaknya masyarakat yang haus akan informasi aktual sehingga jurnalisme warga dapat mencuri perhatian mereka untuk mendapatkan informasi terkini. 
Memang tidak dapat dipungkiri kecepatan jurnalisme warga dalam menyampaikan informasi tidak bisa ditandingi oleh media massa resmi. Faktor yang mempengaruhi adalah kemajuan didunia cyber dan keberadaaan jurnalis profesional pada saat kejadian berlangsung, suatu kejadian datang tiba-tiba dan sangat kecil kemungkinan jurnalis profesional bisa langsung datang beberapa menit setelah kejadian itu berlangsung. Maka, secara tidak langsung masyarakat dan wartawan profesional membutuhkan peran jurnalisme warga pada saat itu untuk melaporkan kejadian terkini. Faktor inilah yang menyebabkan semakin bertambahnya citizen journalism di setiap negara. 
Di Indonesia sendiri jurnalisme warga mulai marak terjadi pada 2004 lalu, ketika video amatir dari Cut Putri beredar luas di media elektronik. Ia yang berhasil merekam detik-detik sebelum terjadinya Tsumani Aceh lima tahun silam, dan ketika air bah itu mulai menghantam apa saja yang ada disekilingnya. Kemudian setelah video dari Cut Putri ini muncul video-video lainnya yang berasal dari warga yang dikirim ke media massa resmi, seperti Video Gempa Padang, Longsornya tanah di Bukit tinggi, atau Video sesaat setelah kejadian Bom Marriot-Ritz Calton pada 17 Juli lalu, dan masih banyak lagi contoh-contoh video lain yang dikirim warga ke media massa resmi untuk dipublikasikan ke khalayak umum. Tidak hanya video saja jurnalisme warga yang banyak di tanyangkan di media massa resmi, ada juga jurnalisme warga yang memanfaatkan fasilitas media baru (internet) untuk menyalurkan apa yang mereka ketahui tentang informasi penting ke masyarakat. Misalnya merekla menulis di blog pribadi, atau situs jejaring sosial lainnya (fecebook, twitter, msn, dll)
Akan tetapi, fenomena ini sudah melahirkan sebuah genre baru dalam perkembangan media massa. Sehingga, tidak dapat dipungkiri citizen journalism ini memunculkan pro dan kontra untuk keberadaannya. Ada yang memandang bahwa jurnalisme warga tidak termaksud kedalam kegiatan jurnalisme, karena dilihat dari definisi jurnalisme yang dikemukakan dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1987) jurnalisme adalah:
a. The work of profession of producing
b. Writing that may be all right for a newspaper.
Disini terlihat, bahwa kegiatan jurnalisme syarat akan sistem yang mempengaruhi kinerja dan profesi seorang wartawan, layaknya kewajiban wartawan selama ini. Akan tetapi, disisi lain Jika sepakat bahwa jurnalisme itu adalah kegiatan yang bertujuan untuk menginformasikan kejadian kepada masyarakat, maka citizen journalism masuk dalam ranah jurnalisme, ada atau tanpa ada sistem yang menyelimuti profesi wartawan dalam media massa utama. 
Citizen Journalism atau yang lebih dikenal dengan jurnalisme warga dapat terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
J.D. Lasica, dalam Online Journalism Review (2003), mengategorikan media citizen journalism ke dalam 5 tipe:

  1. Audience participation (seperti komenter user yang diattach pada kisah-kisah berita, blog-blog pribadi, foto, atau video footage yang diambil dari handycam pribadi, atau berita lokal yang ditulis oleh anggota komunitas).
  2. Situs web berita atau informasi independen (Consumer Reports, Drudge Report).
  3. Situs berita partisipatoris murni (OhmyNews).
  4. Situs media kolaboratif (Slashdot, Kuro5hin).
  5. Bentuk lain dari media ‘tipis’ (mailing list, newsletter e-mail).
  6. Situs penyiaran pribadi (situs penyiaran video, seperti KenRadio).

Sedangkan menurut Steve Outing bentuk-bentuk citizen journalism sebagai berikut:
  1. Citizen journalism membuka ruang untuk komentar publik. Dalam ruang itu, pembaca atau khalayak bisa bereaksi, memuji, mengkritik, atau menambahkan bahan tulisan jurnalisme profesional. Pada media cetak konvensional jenis ini biasa dikenal dengan surat pembaca.
  2. Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian dari artikel yang ditulis. Warga diminta untuk ikut menuliskan pengalamannya pada sebuah topik utama liputan yang dilaporkan jurnalis.
  3. Kolaborasi antara jurnalis profesional dengan nonjurnalis yang memiliki kemampuan dalam materi yang dibahas. Tujuannya dijadikan alat untuk mengarahkan atau memeriksa keakuratan artikel. Terkadang profesional nonjurnalis ini dapat juga menjadi kontributor tunggal yang menghasilkan artikel tersebut.
  4. Bloghouse warga. Bentuknya blog-blog gratisan yang dikenal, misalnya ada wordpress, blogger, atau multiply. Melalui blog, orang bisa berbagi cerita tentang dunia, dan bisa menceritakan dunia berdasarkan pengalaman dan sudut pandangnya.
  5. Newsroom citizen transparency blogs. Bentuk ini merupakan blog yang disediakan sebuah organisasi media sebagai upaya transparansi. Dalam hal ini pembaca bisa melakukan keluhan, kritik, atau pujian atas apa yan ditampilkan organisasi media tersebut.
  6. Stand-alone citizen journalism site, yang melalui proses editing. Sumbangan laporan dari warga, biasanya tentang hal-hal yang sifatnya sangat lokal, yang dialami langsung oleh warga. Editor berperan untuk menjaga kualitas laporan, dan mendidik warga (kontributor) tentang topik-topik yang menarik dan layak untuk dilaporkan.
  7. Stand-alone citizen journalism, yang tidak melalui proses editing.
  8. Gabungan stand-alone citizen journalism website dan edisi cetak.
  9. Hybrid: pro + citizen journalism. Suatu kerja organisasi media yang menggabungkan pekerjaan jurnalis profesional dengan jurnalis warga.
  10. Penggabungan antara jurnalisme profesional dengan jurnalisme warga dalam satu atap. Website membeli tulisan dari jurnalis profesional dan menerima tulisan jurnalis warga.
  11. Model Wiki. Dalam Wiki, pembaca adalah juga seorang editor. Setiap orang bisa menulis artikel dan setiap orang juga bisa memberi tambahan atau komentar terhadap komentar yang terbit (Yudhapramesti, 2007).

Dalam perkembangannya, citizen journalism juga mempunyai dampak sendiri untuk media massa resmi. Diantaranya adalah, Open source reporting: Dengan adanya jurnalisme warga, telah terjadi perubahan modus pengumpulan berita. Wartawan tidak menjadi satu-satunya pengumpul informas. Disini wartawan harus rela apabila kecepatan citizen journalism menyediakan laporan terkini dari lapangan (firsthand) untuk masyarakat. Perubahan modus pengelolaan berita: saat ini, media resmi tidak lagi menjadi satu-satunya pengelola berita, tetapi juga harus bersaing dengan situs-situs pribadi yang didirikan oleh warga demi kepentingan publik sebagai pelaku citizen journalism. Mengaburnya batas produsen dan konsumen berita. Pada awalnya, Media resmi memosisikan sebagai produsen berita, akan tetapi saat ini media resmi tersebut berubah menjadi konsumen berita mengutip berita-berita dari situs dan blog, video amatir, atau foto-foto hasil jepretan warga. Begitu pula sebaliknya, warga yang lazimnya diposisikan sebagai konsumen berita, dalam lingkup citizen journalism menjadi produsen berita yang content-nya diakses pula oleh media media utama. Perdebatan Profesionalisme: profesionalisme citizen journalism dengan wartawan asli masih menjadi perbincangan. Isu etika: untuk masalah etika yang di anut wartawan sebenarnya, pelaku citizen journalism masih perlu mematuhi standar-standar jurnalisme yang berlaku di kalangan wartawan selama ini sehingga produknya bisa disebut sebagai karya jurnalistik, karena kaidah jurnalistik adalah soal objektivitas pemberitaan. Regulasi: perlukah adanya regulasi bagi pelaku citizen journalism? Kaitannya dengan etika, profesionalisme, komersialiasi, dan mutu content. Ekonomi: munculnya situs-situs pelaku citizen journalism yang ramai dikunjungi menimbulkan konsekuensi ekonomi, yaitu pemasang iklan, yang jumlahnya tidak sedikit.

Kekaburan Citizen Journalism

Citizen journalism atau yang jika diindonesiakan menjadi jurnalisme warga merupakan aktivitas pencarian, pemrosesan, sampai pada penyajian berita yang semuanya dilakukan oleh warga nonprofesional. Jadi dalam citizen journalism warga dapat dikatakan sebagai pewarta berita. Berita yang dibuat merupakan hasil pencarian, pemrosesan, dan penyajian yang dilakukan oleh warga. Berita tersebut tidak dipublikasikan melalui media massa resmi melainkan melalui situs blog warga yang bersangkutan atau situs-situs khusus citizen journalism.

Dalam citizens journalism, siapa pun bebas memberitakan sesuatu apa yang ingin dia publikasikan. Siapa saja berhak menginformasikan berita dalam citizens journalism. Di sinilah letak kelemahan citizens journalism. Dikarenakan siapa saja bebas membuat berita, maka isi berita yang disampaikan dalam citizen journalism kurang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ada yang bertanggung jawab dalam pemberitaan melalui citizens journalism. Berbeda dengan jurnalisme profesional yang terikat dengan kode etik, dalam citizen journalism tidak ada aturan kaku.

Hal inilah yang bersinggungan dengan sesuatu yang disebut etika pers. Dalam etika pers, pemberitaan sesuatu harus dapat dipertanggung jawabkan. Adapun dalam citizen journalism pertanggung jawaban ini tidak jelas keberadaannya.

Kalaupun dibentuk sebuah etika khusus bagi citizens journalism, dikhawatirkan dapat menggangu kebebasan warga dalam citizen journalism. Adapun keberadaan citizen journalism ini digadang-gadang sebagai bentuk demokrasi. Jadi, jika nanti ada etika tertentu dalam citizen journalism dikhawatirkan dapat menyerobot asa demokrasi yang berusaha ditegakkan.

Jadi, dapat dikatakan pertanggungjawaban citizen journalism masih kabur. Sejauh ini tampaknya kita hanya bisa berharap demokrasi dalam citizen journalism ini tidak dipersalahgunakan. Siapa pun yang membuat berita dalam citizen journalism harus bisa mempertanggung jawabkan sendiri isi beritanya. Selain itu dituntut kesadaran warga untuk membuat berita yang akurat dalam citizens journalism dan tidak bertentangan dengan etika pers.

Sumber